Laman

Minggu, 15 Juli 2012

a note :)

I remembered clearly what kind of person I was in high school and all memories about my life. Those memories were tied together with smile. Perhaps, It had been a long time since I graduated from high school, and now I stand in different places. It is such a beautiful dream. I cannot believe that. I think that time passed fast. At that time, I was a student in Five Senior High School and now I study in English Department, Padjadjaran University. I feel that my life has been changed little by little because of many experiences that I have passed.

The change seems in all my life. Exactly, all things change like my body shape including weight, my experiences to face my life, my perspective of life, my behavior, my mind, and also my taste. If I remembered those things, I would smile happily because those memories are seemed beautiful and eternal in my heart.

I think that my life is very happy because I enjoy my life. I am very thankful to Allah because of many things that I have passed in my life. When I was in Five Senior High School, I felt that I was a bad student because I had ever felt to be punished by my teacher. At that time, I wore miniskirt that perhaps it disturbed people around me. However, it is different now, I realize that our life is not for us only, but my life should be credited to Allah because our life is too short. In this university, I learn many things about life. I try to respect many things includes my life. I try to use Jilbab and also veil in campus, I also follow many activities that are very useful to our life and life after life.

Actually, when I was in Senior High School, I had worn a veil, but I didn’t know why I had to use it. Now, I try to be responsible for many enjoyments that Allah has given to me in the form of give some Islamic education to people around me. I  really thank because I can reach many dreams little by little. I can publish my book, win many competitions, make a business, get a scholarship, get many friends, and also learn many things. These are happened because I try to do it and Allah wants me to get it.

I realize that my behavior cannot change without many people that love me so much. My parents are very worth people in this world. They give me everything that I want. I will promise that I will be a success person, not only in this life but also in life after life. Actually, I want to give my parents many precious things, but I feel that although I can buy all of things in this world, it is not worth at all if I think about their love to me. Believe me, I will be something then because all my life are credited to Allah SWT.

Rabu, 11 Juli 2012

Ambiguitas Identitas dalam Puisi Robert Frost “Stopping By Woods on a Snowy Evening”


sumber : homeschoolingmom2mags.blogspot.com
Puisi yang berjudul “Stopping By Woods on a Snowy Evening” karya Robert Frost menunjukkan adanya ambiguitas identitas dari akuliris beserta keterkaitannya antara peralihan zaman romantisme ke modern melalui penyajian metafora dan diksi. Dalam hal ini Robert Frost tidak hanya menunjukkannya melalui akuliris sendiri, namun juga melalui teks puisinya. Kita bisa melihat isu identitas yang disajikan oleh puisi ini sangat berpengaruh karena posisi dari akuliris sendiri merupakan posisi peralihan atau dalam kondisi in-between.
                Puisi “Stooping by Woods on a Snowy Evening” ini adalah puisi karya Robert Frost yang ditulis pada tahun 1922. Puisi ini memiliki pola yang teratur  dengan pola aaba-bbcd-ccdc-dddd.  Dalam pola ini kita melihat adanya perbedaan stanza ke empat dengan stanza yang lainnya. Stanza terakhir ini memiliki pola dddd, yaitu sebuah pola yang sangat teratur. Ini menunjukkan  bahwa puisi ini menyajikan sesuatu yang bernilai di akhir stanza dengan penekanan rima dddd. Puisi ini menceritakan tentang seseorang yang sedang menempuh perjalanan dengan menggunakan seekor kuda. Ia melakukan perjalanan dalam rangka memenuhi janjinya pada seseorang di wilayah yang lain. Dalam perjalanannya, ia melewati dan menyaksikan berbagai pemandangan alam. Di tengah jalan, ia menemukan sebuah hutan dan berhenti sejenak. Ia mulai menikmati pemandangan di sekitar hutan tersebut. Di hutan tersebut, ia melihat rumah, peternakan, dan lain-lain. Namun, tiba-tiba Ia teringat akan janjinya yang harus ditepati sehinga ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya. Sebenarnya, ia ingin tetap berada di tempat itu, namun factor lain yang menyebabkan ia pergi adalah kudanya yang sepertinya memang memberikan tanda untuk segera pergi dari tempat  tersebut. Akhirnya ia pun melanjutkan perjalanannya untuk memenuhi janjinya.
                Dalam puisi ini, kita dapat melihat keinginan akuliris yang sebenarnya tidak ingin beranjak dari tempat itu, namun karena ia harus memenuhi janjinya, maka ia pun pergi dari tempat itu. Ia rela meninggalkan keinginan atau hasratnya (desire) untuk tetap berada di tempat itu dengan pilihan yang lain yaitu melanjutkan perjalanannya. Dalam hal ini, kita melihat adanya pertentangan batin dalam diri akuliris. Ia meninggalkan hasratnya untuk sesuatu yang ia anggap lebih penting.
                Dalam judulnya, “Stopping by Woods on A snowy Evening”, kita dapat membayangkan keindahan yang dirasakan oleh akuliris. Ia melihat sebuah pemandangan dalam suasana yang sangat indah. Dalam hal ini unsur yang berhubungan dengan alam menjadi sorotan utama dalam puisi ini. Judul ini berarti adalah sebuah pemberhentian yang dilakukan oleh akuliris sendiri. Judul ini nantinya akan mempengaruhi keseluruhan isi dari puisi ini.
                Dalam baris pertama “whose woods these are I think I know”, kita melihat sebuah penekanan dalam kata these are, bukan lagi pertanyaan yang menandakan dia ragu. Ketika dia ragu, dia akan bertanya dengan konstruksi kalimat are these. Ini menandakan, ia sudah mengetahui tentang kepemilikan dari hutan ini. Kita bisa melihat dalam hal ini, ia adalah orang yang tidak mempunyai hutan, karena ia hanya lewat. Namun kondisinya, ia tidak benar-benar berada diluar karena ia berada di dalam hutan walaupun bukan miliknya. Ia berada dalam lingkungan pemiliknya walaupun ia tidak memiliki. Dalam baris kedua disebutkan “His house is in the village though”. Kita melihat, bahwa ia pun tidak memiliki rumah tersebut, namun ia berada dalam kawasan pemiliknya yaitu hutan , sehingga dapat dikatakan ia pun tidak berada diluar hutan tersebut.
                Posisi ini mengindikasikan bahwa ia berada dalam kondisi yang diantara atau in-between. Posisinya pun, ketika ia menemukan sebuah hutan dan rumah,ia  tidak benar-benar berada di luar rumah dan hutan tersebut. Ia tidak berada dalam rumah, namun berada dalam hutan yang merupakan satu kawasan dari rumah tersebut. Dalam hal ini, batasan menjadi tidak jelas.  Kata “his” dan “whose” merupakan kata yang menunjukkan kepunyaan dan semakin menguatkan bahwa ia tidak memiliki hutan dan rumah tersebut. Pengunaan kata yang menunjukkan kepunyaan ini muncul juga dalam baris ke empat.
                Sayangnya, ketika ia berada dalam hutan tersebut, ia mengatakan bahwa “he will not see me stopping here”. Dalam hal ini, kita tidak bisa menentukan apakah akuliris takut untuk bertemu pemiliknya, atau memang ingin bertemu pemiliknya. Disini terdapat ambiguitas yang disajikan oleh teks sendiri, sehingga memunculkan makna ganda.
                Dalam empat baris pertama, kita bisa menyimpulkan bahwa akuiliris lebih memunculkan kata-kata yang bersifat alam, seperti woods, village, dan snow, termasuk juga dalam judulnya. Hal ini tentunya mengingatkan kita pada zaman romantisme yang cenderung pada hal-hal tentang alam, serta berbicara tentang masa lalu.
                Frasa “My little horse” (baris ke-5) dalam hal ini juga sangat penting, karena seekor kuda ini berpikir bahwa ini semua adalah sesuatu yang aneh, “must think it queer”(baris ke-5). Kuda ini ibarat pengingat yang mengingatkan akuliris bahwa ia mempunyai suatu janji yang harus ditepati. Akibat rasa tidak nyaman dari si kuda , “to ask if there is some mistake” (baris ke-10), maka akuliris pun melanjutkan perjalannya.
                Dalam puisi ini, saya melihat bahwa adanya unsure ambiguitas identitas. Unsur tersebut dapat terlihat dari rasa ingin tetap berada disini, namun ia akhirnya memutuskan untuk pergi. Dalam hal ini kita bisa melihat bahwa posisi dia selalu berada diantara atau in between. Posisi yang berada dalam kondisi ini memunculkan juga rasa ketidakpastian dari diri akuliris. Penggunaannya, kita dapat lihat dari baris “he will not see me stopping here” (baris ke-4) Dalam baris ke tiga ini, memunculkan ambiguitas makna yang akhirnya memunculkan juga ambiguitas dari akuiliris tersebut. Disini kita bisa menafsirkan bahwa akuliris ingin dilihat oleh si pemilik, atau bisa juga sebaliknya, ia merasa takut untuk dilihat oleh pemiliknya. Tentunya, ini memunculkan makna ganda bagi pembaca sendiri.
                Dalam stanza terakhir, sangat jelas ditampakkan bahwa akuliris akhirnya memutuskan untuk pergi dari tempat itu, karena “…I have promises to keep”  (baris ke-14). Dia merasa bahwa ia harus segera meninggalkan pemandangan-pemandangan yang indah ini, dan ia pun memutuskan untuk pergi karena ada suatu janji yang harus ia selesaikan, dan ia merasa perjalanan nya begitu panjang. Ia merasa, bahwa ini bukan tempat dimana ia seharusnya berada sehingga pergi dari tempat itu mungkin akan lebih baik bagi dirinya. Ia rela mengorbankan hasratnya untuk berada di tempat itu, karena merasa sesuatu yang lebih besar telah menunggunya ditempat lain.
Bhabha (1992) in The World and The Home said that
 “In that displacement the border between home and world becomes confused; and, uncannily, the private and the public become part of each other, forcing upon us a vision that is as divided as it is disorienting.” (141)

Karena akuiliris berada dalam tempat yang seharusnya ia merasa tidak disana, maka saya dapat mengatakan bahwa ia mengalami “displacement”. Dalam kasus ini, batasan-batasan menjadi sangat tidak jelas. Contohnya batasan antara rumah dan juga dunia menjadi sangat tidak jelas. Di sini, saya mengindikasikan, walaupun puisi ini nampak sederhana, namun sebenarnya ia mengandung makna yang cukup dalam. Kita bisa melihat dari metafora yang digunakan oleh Frost, yaitu hutan. Hutan adalah sebuah tempat dimana pepohonan berada, tapi hutan ini berlaku sangat “meaningful” bagi akuliris. Kita bisa melihat dari kutipan berikut ini;
“Whose woods these are I think I know” (baris 1,penekanan ditambahkan)
“To watch his woods fill up with snow” (baris 4,penekanan ditambahkan)
“Between the woods and frozen lake” (baris 7,penekanan ditambahkan)
“The darkest evening of the year” (baris 8, penekanan ditambahkan)
“The woods are lovely, dark, and deep” (baris 13, penekanan ditambahkan)
               
Di semua kutipan-kutipan tersebut kita bisa menilai metafora untuk hutan tersebut. Dalam baris pertama, hutan telah dindikasikan milik seseorang yang ia telah kenal sebelumnya. Akuliris dalam hal ini mungkin mempunyai kenangan yang tumbuh bersama hutan tersebut, sehingga ia menyatakan bahwa ia mengetahui pemilik dari hutan tersebut. Dalam baris ke empat, akuliris ingin menunjukkan pada pembaca tentang keindahan dari hutan tersebut ketika tertutup oleh salju. Ia seakan-akan ingin mengirim rasa indah tersebut pada pembaca. Namun, dalam baris ke tujuh dan ke delapan. Kita bisa melihat bahwa hutan digambarkan memiliki waktu malam yang sangat gelap. Disini saya melihat pertentangan penggunaan kata hutan. Dalam baris-baris sebelumnya, hutan digambarkan menjadi suatu yang indah dan menawan, sehingga ia memutuskan untuk berhenti sejenak dan melihat pemandangan yang disajikan disekitar hutan tersebut. Kita bisa melihat bahwa hutan yang dimaksud pastilah indah sekali, karena ia yang sedang berada dalam perjalanan pun memutuskan berhenti sejenak untuk menikmati pemandangan. Namun, di bari selanjutnya di gambarkan bahwa hutan memiliki waktu malam yang sangat gelap. Di baris ke tiga belas sendiri, kita dapat melihat kontradiktif yang disajikan oleh Frost, ketika ia menuliskan bahwa hutan “are lovely, dark, and deep” (baris 13). Disini, kita dapat melihat bahwa hutan digambarkan sebagai sesuatu yang bagus dan indah dari penggunaan kata “lovely”, namun ia juga gelap “dark” dan dalam/jauh “deep”. Ini merupakan 3 hal yang sangat kontradiktif. Sehingga, di baris berikutnya ia memutuskan untuk pergi. Menurut saya, di awal-awal puisi, ia sangat takjub terhadap kondisi hutan yang sangat menawan, namun di akhir-akhir puisi, ia menyadari bahwa hutan tersebut tidak bagus dan indah secara sempurna, ada kecacatan-kecacatan yang tersimpan di dalamnya.
                Dari metafora hutan, kita bisa melihat bahwa yang ingin di sampaikan Frost adalah bukan tentang hutan sendiri, namun sesuatu yang lebih besar dari itu. Inilah yang disebutkan bhabha sebagai “the border between home and world becomes confused”. Dalam sebuah metafora rumah (home), saya mengindikasikan adalah sebuah hutan, dan dunia nya (world) adalah zaman romantisme. Akuliris dalam hal ini, melihat sebuah rumah menjadi sebuah peradaban yang besar. Sehingga batasan antara rumah dan dunia pun sedikit membingungkan, karena ternyata metafora ini digunakan untuk menyebutkan sebuah peradaban.
            Kita bisa melihat hasrat dari akuliris akan suasana alam atau natural yang digambarkan dalam awal bait puisi ini. Ini sangat erat hubungannya dengan semangat romantisme yang berkembang di Amerika Serikat pada abad ke-19. Aliran romantisisme ini sendiri merupakan aliran yang mempunyai karakteristik untuk mengedepankan hal-hal yang bersifat alam dan juga lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri. Hal-hal yang berbau romantisme ini sangat kental pada bait-bait awal puisi ini.
                Hal lain yang disebutkan Bhabha adalah “private and the public become part of each other”. Disini, kita bisa melihat bahwa ada pertentangan batin dari akuliris sendiri. Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, bahwa cirri-ciri dari aliran romantisisme adalah mengedepankan kepentingan sendiri. Kita bisa melihat upaya dari akuliris menjadikan dirinya sebagai “privat” dari awal-awal bait puisi ini. Ia memutuskan untuk berhenti sejenak atas kemauan dirinya sendiri. Karena akuliris mementingkan keinginan pribadinya, dan bersifat untuk menjadi “privat”, maka ia memutuskan untuk berhenti sejenak. Namun, kita akan melihat perbedaan diakhir puisi yang cenderung akuliris menjadi lebih”public” karena ia ternyata memutuskan untuk pergi lagi karena adanya sebuah kewajiban yang mungkin bersifat “public”. Akhirnya teks pun menunjukkan adanya keadaan tidak setuju pada keadaan yaitu ditinggalkan kepentingan pribadi untuk ditukarkan atau diganti dengan kepentingan yang lain. Hal ini dapat terlihat dari dua baris terakhir yang berima dd, “[a]nd miles to go before I sleep”(baris 15) dan “[a]nd miles to go before I sleep” (baris 16). Kita bisa melihat pentingnya dua baris terakhir dari proses pengulangan dengan rima yang sama oleh Frost. Disini menunjukkan bahwa akuliris memutuskan untuk pergi setelah menikmati pemandangan yang disajikan disekitar hutan. Dalam hal ini, kita tentunya melihat bahwa akuliris memang berada dalam  masa peralihan atau berada dalam kondisi in-between. Ia tidak sepenuhnya berada dalam masa romantisme, namun ia pun tidak sepenuhnya berada dalam zaman setelah romantisme yaitu modernism. Kita melihat bahwa, akuliris mengalami perubahan perspektif dari yang tadinya merupakan romantisme yang ditandai dalam puisinya menggunakan kata-kata bersifat alam atau natural sehingga ia memutuskan untuk meninggalkan nuansa alam tersebut, dengan perubahan metafora hutan yang sangat mencolok, dari yang tadinya indah kemudian berubah menjadi gelap dan dalam. Saya mengira mungkin zama romantisme tidak lagi sesuai dengan kondisi zaman tersebut, sehinggan modernism mungkin akan lebih sesuai. Orang-orang telah melihat kecacatan dari sisi romantisisme, sehingga banyak orang yang memutuskan untuk meninggalkannya dan beralih pada zaman modernism seperti yang digambarkan dalam puisi ini.
            Dengan demikian, kita dapat melihat adanya sebuah batasan yang tidak jelas antara hubungan “home” dengan “world”, dan juga hubungan “privat” dan “public” dalam puisi ini. Hubungan-hubungannya telah dijelaskan diatas melalui penggunaan metaforan dan diksi, terutama terlihat dari kata hutan. Disini, ambiguitas identitas tidak hanya ditunjukkan melalui aku liris yang bingung untuk menentukan arah tujuannya, namun teks puisi sendiri menunjukkan adanya proses ambiguitas untuk ditafsirkan oleh pembaca.

Referensi
Frost, Robert. Stooping By Woods on a Snowy Evening, dalam buku Literature (structure, sound, and sense) karya Laurence Perinne dan Thomas R. Arp hal.637

Bhabha, Homi. The World and the Home.  Social Text, No. 31/32, Third World and Post-Colonial Issues (1992), pp. 141-153. Duke University Press