Dalam
kehidupan sehari-hari kita sering mendengar istilah budi pekerti, namun
pengertian ini nampaknya hanyalah sebuah definisi yang hanya dapat kita temukan
di literatur-literatur sekolah, padahal sejatinya nilai budi pekerti ini dapat
di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan ranah
individu, masyarakat, dan bernegara. Budi pekerti sendiri merupakan sebuah
nilai yang akan mendasari seluruh perilaku kita dari segi etika, norma,
tatakrama dsb. Semua nilai-nilai tersebut akan bernilai baik jika lahir dari
budi pekerti yang telah dibina secara baik sehingga nantinya akan menghasilkan
perilaku yang baik pula.
Di
lihat dari segi definisi, secara
umum budi pekerti mempunyai arti yaitu moral dan kelakuan yang baik dalam
menjalani kehidupan dan secara harfiah mempunyai pengertian perbuatan
(Pekerti) yang dilandasi atau dilahirkan oleh Pikiran yang
jernih dan baik (Budi) (Widiastini, 2010). Dengan definisi tersebut,
kita dapat menyimpulkan bahwa pikiran dan perbuatan merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat terpisahkan. Jika pikirannya baik, maka perbuatan yang akan
dihasilkan pun akan baik pula karena menurut Syeikh Taqiyudin An-Nabhani
kepribadian seorang individu di pengaruhi oleh pola pikir (aqliyah) dan
nafsiyah (pola sikap) yang baik dan selaras. Agar tercipta pola pikir dan pola
sikap yang selaras kita harus menanamkan nilai-nilai budi pekerti semenjak
dini. Nilai-nilai budi
pekerti sendiri mencakup 14 nilai-nilai yang kemudian tertulis dalam buku Pedoman Suasana Sekolah yang Kondusif dalam
Rangka Pembudayaan Budi Pekerti Bagi Warga Sekolah yang diterbitkan oleh
Depdiknas yaitu mencakup keimanan, ketakwaan, kejujuran, keteladanan, suasana demokratis,
kepedulian, keterbukaan, kebersamaan, keamanan, ketertiban, kebersihan,
kesehatan, keindahan, dan sopan santun.
Nilai-nilai
budi pekerti tersebut kemudian haruslah diketahui esensinya karena pada saat
ini hal tersebut merupakan sebuah kebutuhan dalam rangka menghadapi era
globalisasi yang secara definitif menurut Selo Soemardjan dalam carapedia.com
“[g]lobalisasi adalah
terbentuknya sistem organisasi dan komunikasi antar masyarakat di seluruh dunia
untuk mengikuti sistem dan kaidah-kaidah yang sama”. Dengan demikian, dengan adanya era globalisasi
yang juga ditandai dengan seiringnya kemajuan teknologi, kita harus menyiapkan,
minimal dari diri kita sendiri untuk menghadapi proses globalisasi yang harus disertai
oleh kepribadian kita yang santun karena seperti yang kita ketahui bahwa
masalah terbesar yang ada seiring dengan kemajuan teknologi di abad 21 ini
adalah adanya degradasi moral yang tercermin dalam kejahatan ringan maupun
besar yang melibatkan diri sendiri ataupun orang lain. Dengan demikian, nilai
budi pekerti ini perlu dibangun pada abad ini untuk menyeleraskan kemajuan
teknologi dan juga etika dari Sumber Daya Manusia nya. Beberapa pendekatan yang
dapat dilakukan dalam hal ini tentunya harus melibatkan individu, masyarakat, dan
negara yang terfokus pula pada lembaga formal dan non formal serta media
sosial.
Dalam
aspek individu dan masyarakat (keluarga), budi pekerti ini mencakup hal-hal
mendasar yang sangat diperlukan oleh individu yaitu kesadaran untuk bertingkah
laku baik dan selalu menjaga nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai dasar
sesungguhnya dapat diajarkan melalui media dan lembaga apapun serta akan lebih
baik jika di ajarkan ketika kita masih dini oleh keluarga kita sendiri. Namun
tak dapat dipungkiri, pada era globalisasi seperti ini, media menjadi sarana
yang paling efektif untuk membentuk kepribadian individu baik media sosial
seperti facebook, twitter, dan blog
ataupun media pembelajaran berbasis penceritaan seperti dongeng dan mitos untuk
anak-anak usia dini yang sejatinya telah ditanamkan oleh orang tua kita semenjak
kita masih kecil. Selanjutnya, tugas kita pada saat ini adalah memilih nilai
budi pekerti yang harus diprioritaskan dalam mengatasi permasalahan di abad
ke-21 ini terutama dalam masalah degradasi moral ketika moral tidak
diselaraskan dengan kemajuan teknologi. Dalam media sosial, kita bisa memilah
grup-grup yang memotivasi kita agar menjadi lebih baik dan grup yang senantiasa
memberikan tips-tips untuk menghadapi perkembangan zaman yang dinamis ini
karena kita sadari , semakin banyak kita melihat dan mendengar tayangan yang
bernilai positif, maka tingkah laku kita pun akan positif, namun apabila kita
lebih sering melihat dan mendengar hal yang negatif, maka tingkah laku kita pun
akan meniru hal-hal yang demikian. Sehingga, dalam dunia media sosial pun,
interaksi menjadi bagian yang paling penting seperti hal nya di dunia nyata
sehingga kita harus berhati-hati ketika kita berteman di dunia maya, karena
secara tidak langsung hal tersebut dapat membentuk kepribadian kita, apakah
akan berbudi pekerti luhur dalam arti menanamkan nilai-nilainya dan memahami
esensinya ataukah sebaliknya, membentuk kepribadian kita yang tidak selaras
dengan budi pekerti luhur.
Ketika
usia dini, sebenarnya nilai-nilai budi pekerti pun telah diajarkan oleh orang
tua kita melalui dongeng dan mitos. Contohnya, kita tidak boleh menyisakan nasi
di piring kita karena takut apabila ‘Dewi Sri’ yang terkenal sebagai dewi padi marah,
padahal itu hanyalah mitos yang sebenarnya melalui cerita tersebut orang tua
kita berusaha untuk menanamkan esensi dari salah satu nilai budi pekerti yaitu
kebersihan dan tentunya selain cerita Dewi Sri masih banyak lagi contoh lain
yang terjadi dikehidupan kita sehari-hari tanpa kita sadari.
Oleh
karena itu, pendekatan nilai-nilai budi pekerti harus diajarkan melalui
beberapa pendekatan seperti keluarga dan media sosial selain individu sendiri
yang harus menanamkan kesadaran yang tumbuh secara alami. Dalam hal ini, keluarga
berfungsi untuk membina dan mengontrol segenap anggota keluarga agar memiliki
nilai budi pekerti yang luhur. Keluarga memiliki peranan yang besar dalam
membentuk karakter individu dengan cara yang komunikatif antaranggota
keluarganya. Fungsi setiap anggota keluarga sangatlah penting seperti fungsi
ayah, ibu, dan anak yang semuanya memiliki potensi untuk membentuk kepribadian
satu sama lain. Ayah sebagai kepala keluarga merupakan orang pertama yang
bertugas mendidik istri dan anak akan nilai-nilai budi pekerti dan ibu kemudian
akan mengomunikasikan kembali pada anak serta anak dapat memberikan pengaruh
pada lingkungan sekitar dimana ia berada akan pengajaran yang telah ia dapat
dari keluarganya. Hal inilah yang nantinya akan membedakan pendekatan budi
pekerti melalui keluarga dan pendidikan formal, yaitu dari segi komunikasi yang
tidak memandang posisi ia dalam keluarga, namun fungsi mereka adalah sama-sama mengontrol
agar nilai-nilai budi pekerti itu terimplementasi dalam keluarga mereka. Dengan
demikian, keluarga dalam hal ini dapat disebut pendidikan non-formal yang
artinya pengajaran tidak dilakukan melalui lembaga namun keluarga lah yang
memegang aspek paling mendasar yaitu sebagai madrasah utama dari pengajaran, sehingga
nantinya kita pun akan mendapatkan dua
hal yang berbeda dan saling melengkapi dari pendidikan non-formal dan formal.
Dalam pendidikan formal, nilai budi pekerti
dapat diperoleh melalui pengajaran guru ke muridnya yang terkadang berjalan
satu arah saja antara keduanya. Namun, dalam pendidikan non-formal, komunikasi
dapat berjalan dua arah dan tidak bersifat kaku sehingga pembelajaran akan
terasa menarik tanpa batasan komunikasi seperti hal nya di lembaga pendidikan. Namun,
kedua hal ini mempunyai kesamaan, yaitu baik guru di sekolah maupun orang tua
dirumah harus memberikan teladan bagi murid dan anak-anaknya sebagai bekal agar
mereka dapat menyampaikan esensi nya kepada lingkungan sekitarnya karena nilai-nilai
budi pekerti pun ternyata dapat dibentuk melalui lingkungan. Kita sadari, bahwa
lingkungan yang positif akan menjadikan
diri kita berkepribadian baik dan lingkungan yang negatif akan membentuk
kepribadian kita menjadi tidak baik. Sehingga, kita pun harus dapat memilah
hal-hal yang positif dan juga negatif bagi diri kita.
Selain
nilai individu dan masyarakat yang dalam hal ini mencakup keluarga serta
lembaga pendidikan, salah satu faktor yang penting dalam membangun karakter
yang berbudi pekerti luhur adalah adanya peran negara yang juga membantu dalam
mengimplementasikan program ini. Negara dengan sifatnya yang memaksa harus
tegas dalam memberikan sanksi bagi warga yang melanggar norma serta etika yang
apabila dirasa sudah mengganggu kehidupan bermasyarakat. Negara pun harus
memfasilitasi kebutuhan masyarakat agar terciptanya masyarakat yang berbudi
pekerti luhur sehingga akan mengatasi masalah degradasi moral yang terjadi di
abad ini.
Dengan
demikian, nilai-nilai budi pekerti luhur bukanlah nilai-nilai yang hanya
tersimpan dalam literatur dan dihapal saja, namun juga perlu diimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari agar tercipta masyarakat yang juga menjunjung
tinggi norma dan etika sehingga akan mengentaskan masalah-masalah sosial ringan
dan berat pada abad ini. Pendekatan yang dapat dilakukan dalam rangka
pembudayaan budi pekerti luhur ini tentunya harus melibatkan semua pihak, baik
itu individu, masyarakat, dan negara terutama yang melibatkan lembaga formal
dan non formal serta media sosial.
Daftar Pustaka
An-Nabhani,
As-Syeikh Taqiyuddin. As- Syakhshiyah Al- Islamiyah. HTI Press, 2008.
Dr. Basuki BS, MM, M.Pd and Dr.
Ismail Arianto, M.Pd. Pedoman Penciptaan Suasana Sekolah yang Kondusif
dalam Rangka Pembudayaan Budi Pekerti Luhur bagi Warga Sekolah. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional, 2001.
Soemardjan, Selo.
"Carapedia.com." 18 Januari 2013
.
Widiastini, Made.
"arixtha.blogspot.com." 21 Desember 2010. 18 Januari 2013
.