Laman

Rabu, 21 Desember 2016

#SaveAleppo


sumber : Scoopnest.com

Sebagai negara muslim terbanyak di dunia, sudah sewajarnya indonesia mengambil posisi atas apa yang terjadi di Aleppo. Walaupun kita dari ujung timur.

Walaupun Aleppo jauh di timur tengah tetapi kemanusiaan sesungguhnya melampaui batas dan sekat wilayah. Jangan dibatasi oleh apa yang disebut nasionalisme

Alih-alih menolong korban kemanusiaan di Aleppo, beberapa pakar pertahanan di Indonesia mengatakan "sudahlah, itu bukan urusan kita, urus saja laut cina selatan". Mereka tak peduli dan bahkan pesimis dengan posisi politik indonesia di mata dunia

Sudah saatnya Indonesia menunjukkan empati. Tunjukkan bahwa kita adalah negara mayoritas muslim yang punya taring. Tak hanya diam ketika saudara seakidah mendapatkan siksaan.

Masyarakat di Jerman berdemonstrasi di jantung kota berlin, belum lagi London dan beberapa negara di benua Eropa berteriak lantang "free Syria". Padahal mereka bukanlah muslim dan muslim di sana adalah minoritas.

Jangan lupa, umat Islam adalah satu tubuh. Walapun kita jauh di ujung timur, namun kita adalah negara mayoritas muslim yang seringkali disebut keberadaannya dalam doa-doa saudara kita di Aleppo.

From instagram 

@yulrachma

#savealeppo #aleppo #freesyria#prayforaleppo #aleppoisdying

Senin, 12 Desember 2016

Karena Aku Mencintaimu, Maka Biarkanlah Aku Memimpikanmu

         
sumber : kumpulanmisteri.com 


Suasana Madinah kala itu sungguh sejuk. Nampaknya banyak orang, tetapi aku fokus pada diriku dan keluargaku. Aku tak bisa memikirkan orang lain kala itu, aku hanya bisa menangis sepanjang jalan. Dengan jelas aku dapat melihat setiap bulir air mata yang jatuh dari ujung bola mataku. Aku terisak perih dan nafasku sesak. Aku haru.
           Perasaan haru tersebut masih ada ketika aku terbangun. Ya, ternyata aku bermimpi sedang berada di Madinah bersama keluargaku. Aku terisak dengan mimpi yang sebegitu indahnya. Aku letih menyusuri madinah untuk mencari seseorang, tetapi rasa letih terbayar dengan senyuman ketika aku melihat Rasulullah SAW berdiri dihadapanku.
            Kali ketiga aku bermimpi tentang seseorang yang sangat aku cintai, Rasulullah SAW. Entah datang dari jin, bunga tidur, atau sungguhan, aku pun tidak tahu. Yang jelas, ketiga mimpi tersebut masih bisa dengan jelas aku ingat walaupun waktu terus berlalu meninggalkan peraduannya. Mimpi pertama terjadi ketika aku masih SMA, kala itu aku bermimpi belajar tahsin pada Rasulullah SAW. Beliau mengenakan jubbah berwarna hijau dan besar, namun wajahnya tidak nampak. Mimpi kedua terjadi ketika aku studi sarjana dan bermimpi melihat makamnya, dan aku menangis.
            Mimpi ketiga terjadi ketika aku studi master. Ya, beberapa waktu belakangan ini. Dalam mimpi tersebut, aku dan keluargaku sedang berada di Madinah untuk melaksanakan umroh atau haji, namun sepanjang melaksanakan ibadah tersebut aku menangis. Aku merasa penuh dosa, hingga menangis tersedu-sedu tak karuan. Aku mencari ampunan Allah kesana kemari dan khawatir jika Allah meninggalkanku dan tidak mengampuniku. Sungguh sangat merugi jika hati ini tidak terpaut pada Sang Pencipta. Di kala aku menangis dan terus menangis, baginda Rasulullah SAW berdiri dihadapanku. Aku berlutut tak bisa berkata apa-apa. Sungguh, aku malu bertemu beliau dan tak bisa mengucapkan apapun kecuali menunduk dengan badan yang gemetar.
            Beliau menemuiku dan menanyakan keadaanku. Dalam mimpiku, Rasulullah bertanya, “jika aku bisa mengabulkan keinginanmu, apa yang ingin kamu minta?”, aku hanya bisa menangis tersedu-sedu. Dalam episode itu, aku tidak bisa melihat wajah Rasulullah SAW sama seperti dua mimpiku yang lain. Aku hanya bisa melihat tubuhnya dan jubah putih yang ia kenakan pada waktu itu. “Ya Rasul, aku hanya meminta syafaatmu di yaumul masyhar,” ku jawab dengan harap. Rasul menjawab “Doamu terkabul”. Seketika aku bangun, dan waktu menunjukkan pukul 03.00 dini hari. Masya Allah, fragmen mimpi yang sangat singkat namun berhasil membuat lidahku kelu baik pada saat mimpi itu maupun ketika aku terbangun. Aku begitu haru.
            Aku hanya perempuan akhir zaman yang tidak memiliki kecerdasan dan jauh dari predikat shalihah. Namun, berkesempatan berada di dekatnya saja sudah membuatku bahagia. Ah, mungkin hanya bunga tidur atau gangguan jin saja untuk melalaikan manusia. Mengira bertemu Rasulullah SAW, padahal itu adalah sesosok yang menyamar untuk membahagiakanku sejenak. Jika hanya bunga tidur, namun rasa syukurku tidak pernah berkurang. Kecintaanku akan terus mengalir sebagaimana Rasulullah SAW mengkhawatirkan umatnya di kala mautnya sudah dekat. Aku memang bukanlah Khadijah atau Aisyah yang mencintai Rasulullah SAW dengan sempurna hingga sanubarinya yang terdalam. Mungkin saja cintaku masih sebatas tenggorokan yang bahkan tak tercermin dalam perilaku yang jauh dari kata teladan. Ya Rasul, aku tak sempurna. Cintaku hanya sebatas bibir, namun aku akan berusaha menjadi Aisyah atau Khadijah yang mencintaimu hingga Allah SWT mengizinkanku bertemu denganmu nanti di yaumul masyhar. Terimakasih telah hadir dalam mimpi seorang perempuan yang penuh dengan kesalahan ini dan bisakah malam nanti kita bertemu lagi?


Selamat Maulid Nabi SAW

12-12-2016