[sekilas]
Instagram dan Fenomena Kekinian
Instagram merupakan sebuah aplikasi
jejaring sosial yang diluncurkan pada Oktober 2010 yang memungkinkan para
penggunanya untuk menyimpan foto dan video mereka secara digital serta membagikannya
kepada orang lain. Sejak diluncurkan pada Oktober 2010, instagram berhasil
menarik perhatian masyarakat dunia sebanyak 150 juta pengguna aktif, dengan
rata-rata 55 juta foto yang diunggah setiap harinya (Hu Y dkk, 2014 : 1). Di instagram,
seseorang dapat mengedit foto sebelum diunggah dan dapat menyertakan keterangan
foto atau yang disebut caption di
bawah foto. Ketika foto diunggah, pengguna lain juga dapat memberikan komentar
atau like pada foto tersebut.
Biasanya, pengguna instagram akan mengunggah foto dirinya, temannya,
aktivitasnya, gambar-gambar inspiratif, barang-barangnya, fashion, hewan, dan pemandangan.
Selain itu, pengguna bisa mengikuti
pengguna yang lainnya dengan menjadi follower
di instagram, tetapi hubungan ini bersifat tidak linear karena yang di-follow tidak harus mengikuti akun yang
mengikuti akunnya. Pengguna Instagram
juga dapat mengatur setelan akunnya agar bisa diakses oleh semua orang atau
tidak. Jika tidak ingin semua orang mengakses, pengguna dapat menggunakan
setelan privacy pada akun instagramnya.
Jika dihubungkan dengan fenomena terkini, misalnya dunia
fashion, instagram turut memunculkan nama-nama baru di belantika fashion
muslimah Indonesia. Para muslimah ini biasanya memamerkan cara berpakaian
mereka dengan menggunakan hashtag (#) tertentu misalnya #OOTD atau outfit of the day agar dengan mudah
dilacak oleh orang lain. Jika mereka mendapatkan jumlah followers yang banyak, maka mereka akan disebut selebgram atau
selebriti instagram. Selebgram ini merupakan selebriti jebolan instagram karena
followers mereka yang jumlahnya
puluhan atau ratusan ribu. Biasanya mereka akan diendorse oleh online shop untuk
mempromosikan produk tertentu.
Intip
Instagram Melalui Hashtag dan Caption
Sebagai jejaring sosial yang mempunyai ciri khas dalam
visualitasnya, instagram mempunyai beberapa aparatus yang memungkinkan
penggunanya membangun citra diri dalam ruang siber. Misalnya, instagram membuat
para penggunanya selalu terhubung satu sama lain dengan menggunakan beberapa
kode tertentu, misalnya adalah hashtag
(#). Menurut Wendt, hashtag (#) dalam
instagram merupakan metadata dan sarana yang memungkinkan penggunanya untuk
mencantumkan kata atau frasa singkat pada gambar mereka dan mengakses gambar
lain (2014 : 33). Penggunaan hashtag (#)
akan membuat para pengguna instagram akan terhubung satu sama lain jika
menggunakan hashtag yang sama.
Penggunaan hashtag akan mengubah diri kita secara fisik menjadi tubuh virtual
atau sebagai metadata. Dengan adanya hashtag,
pengguna dapat mengaktualisasikan diri sebagai seseorang yang diinginkannya
secara linguistik melalui bahasa. Seseorang tidak perlu memunculkan dirinya
secara fisik, tetapi bahasa yang akan mengungkapkan identitas yang ia inginkan.
Seperti yang diungkapkan oleh Wendt, bahwa we
may view identity as simple as we describe it via hashtags (2014: 37). Identitas kemudian dapat
dimaknai hanya melalui hashtag dan
dapat dikatakan bahwa instagram akhirnya memungkinkan pengguna untuk
mentransformasi kehadiran yang biasanya berdasarkan fisik, namun berubah
menjadi metadata.
Secara tidak langsung penggunaan hashtag ini berfungsi sebagai pembatas
terhadap klasifikasi-klasifikasi tertentu yang diinginkan oleh produsen.
Pembatasan dan klasifikasi ini membuat produsen dengan mudah menyampaikan apa
yang hendak dimaksudkan produsen pada konsumen. Selain membuat klasifikasi
untuk memudahkan konsumen memaknai gambar produsen, secara tidak langsung
produsen pun sedang melakukan seleksi representasi identitas tertentu yang
ingin ditampilkan ke publik. Sehingga, ia mendefinisikan dirinya berdasarkan hashtag (#) yang ia tulis.
Para sosiolog mengungkapkan
bahwa hashtag membuat para penggunanya dapat
mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam percakapan online, terkoneksi satu sama lain, membentuk komunitas virtual
dengan latar belakang yang sama, memiliki kecenderungan yang sama misalnya
(#iPhone), atau terlibat pada percakapan yang sama misalnya (#VoteForObama),
(Yang dkk, 2012:1). Aparatus hashtag merupakan
fasilitas yang unik dalam media sosial seperti twitter dan instagram. Namun, hashtag pada instagram semakin unik
karena dapat dikaitkan dengan visualitas yang menjadi kekuatan instagram.
Menurut Wendt, hashtag juga memiliki
efek pada sebuah gambar, yaitu dapat mengubah gambar menjadi sebuah konsep yang
sederhana (2014:33). Untuk memahami gambar, pengguna instagram
yang lain dapat memahami maksud produsen dengan hanya melihat hashtag.
Selain dari visualitas, instagram
juga mempunyai keunikan dengan adanya caption
pada gambar atau foto. Caption berfungsi
untuk memberikan keterangan pada gambar sehingga harapannya konsumen akan
mengerti apa yang disampaikan oleh produsen dengan membaca caption. Peranan bahasa atau
lingusitik dalam sebuah gambar adalah hal yang penting karena metadata offers the ability to append
linguistic signs to an image (or other data object), to facilitate its
classification, archiving, retrieval and indicate provenance (authorship,
ownership, conditions of use) (Rubinstein dan Sluis, 2013: 151). Caption yang berada di instagram
berfungsi untuk mempermudah klasifikasi dari produsen kepada konsumen, sehingga
imajinasi konsumen dapat dibatasi dengan adanya caption. Hal ini juga membuat instagram
thus, is not just a way to produce images but it is also an active means for
some people to establish their identities (Wendt, 2014:7).
Referensi
Hu Y, Mankikonda L, dan Kambhamati S. 2014. What We Instagram
: A First Analysis of Instagram Photo Content User Types. Proceedings of the
Eighth International AAAI Conference on Weblogs and Social Media.
http://www.aaai.org/ocs/index.php/ICWSM/ICWSM14/paper/view/8118/8087 di akses 12
Juli 2015
Rubinstein, Daniel dan Katrina
Sluis. 2013. Notes on the Margins of
Metadata : Concerning the Undecidability of the Digital Image. University
of the Arts London, http://ualresearchonline.arts.ac.uk/6238/1/DR_KS_Notes_on_the_Margins_of_Metadata.pdf. Akses 12 Juli 2015
Wendt, Brooke. 2014. The Allure of the Selfie : Instagram and
the New Self-Portrait. Amsterdam : Institute of Network Cultures
Yang, Lei, Tao Sun, Ming Zhang, and Qiaozhu Mei. 2012. We
Know What @You #Tag: Does the Dual Role Affect Hashtag Adoption? University of
Michigan. http://www-personal.umich.edu/~qmei/pub/www2012-yang.pdf.
Akses 12 Juli 2015
Ini pasca sarjana mbak?
BalasHapusMaksudnya saya mbak? Iya saya pascasarjana mbak...kenapa? :)
BalasHapusMksdnya jurusan mbak... :) Waah, sy baru tau mb kalo ada jurusan itu. Sy juga tertarik :D Mbaknya dari Unpad ya? Kenal Kamila Aziza Rabiula? :)
BalasHapusIya, ada jurusan kajian budaya dan media di sekolah pascasarjana UGM :), ayo gabung.. Iya kenal sama kamila :)
HapusHehe, saya awalnya mau ngambil S2 di Unpad (modus biar ketemu Ziza :D) Salam kenal ya :) Berhubung kita satu angkatan jadi panggil nama aja. Saya Ditri dari UB, Malang :)
BalasHapusHehe, iyaaa ditri....salam kenal juga ya :) kayanya temen deket bgt sama kamila yaaa hihi. Ayo ambil di ugm Ditri, boleh :)
HapusHehe teman jauh di mata dekat di dumay, eh dekat di doa :D Eh, tapi ternyata saya baru tau dari Ziza kalo Yul sbnrnya angk.09 ya? Pas dia blg teh Yul. saya jadi gimanaa gtu :D hehe saya manggil teh Yul jg ah... jadi gak enak :D
HapusOya, kapan2 mampir ke blog sy yaa teh. oreharu.wordpress.com ^^
BalasHapusIya, insya Allah...terimakasih udah mampir yaaaa :)
HapusIya teh, sama2. Senang bs baca tulisan teh Yul ^^
Hapus