Fitur
Check pada Media Sosial
Akhir-akhir
ini, hampir semua media sosial yang berkembang menawarkan satu fitur khusus
yaitu check di aplikasinya. Beberapa media yang memiliki fitur ini adalah Path,
Instagram, Facebook, dan Foursquare, namun dalam tulisan ini akan difokuskan
pada media sosial Path dan Instagram. Fitur yang ditawarkan oleh beberapa media
sosial ini bukan hanya check tempat saja untuk melihat posisi kita berada,
bahkan di Path, pengguna dapat menggunakan fitur check ketika akan bangun dan tidur di malam hari, check ketika sedang
berolahraga sekaligus merk sepatu apa yang kita gunakan, check buku yang sedang
dibaca, film yang telah ditonton, dan lagu yang sedang diperdengarkan. Sementara,
Instagram biasanya digunakan untuk mengecek lokasi dimana kita berada dan tempat
makan sekaligus makanan yang kita konsumsi.
Kegiatan
yang kita ‘check’ tersebut sekilas merupakan kegiatan berupa rutinitas
sehari-hari, seperti aktivitas tidur, olahraga, makan, olahraga, membaca,
menonton dsb. Namun, menjadi menarik ketika aktivitas sehari-hari tersebut
termediakan dengan adanya fitur menarik yang membuat pengguna lain dapat
memberikan komentar pada aktivitas yang kita lakukan. Secara garis besar,
fenomena check yang terdapat pada media sosial adalah sebagai berikut :
1. Check ketika bangun dan hendak tidur
Sumber : www.nyunyu.com
Fenomena check ketika bangun dan
akan tidur ini dikenalkan oleh Path. Aktivitas check ini selain memberi
informasi bahwa pengguna tersebut telah bangun atau akan tidur, juga dilengkapi
dengan lokasi dimana ia tidur. Biasanya, nama lokasi yang muncul adalah berupa
nama kota, sekaligus waktu, suhu udara, dan durasi tidur. Pengguna yang lain
dapat memberikan komentar pada pengguna yang posting informasi tidurnya,
termasuk komentar berupa emoticon dan teks. Selain itu, pengguna pun dapat
mengetahui jumlah pengguna lain yang melihat status tidur yang ia tampilkan. Gambar
di atas adalah salah satu pengguna Path yang menggunakan fitur check ketika
bangun tidur. Gambar di atas juga menunjukkan bahwa informasinya telah dilihat
sebanyak 93 orang.
2. Check tempat
Fenomena selanjutnya yang cukup menarik adalah check tempat, pengguna
dapat memberi informasi pada pengguna lainnya mengenai keberadaanya. Check
tempat ini dapat ditemukan pada Path dan Instagram. Salah satu jenis media
sosial yaitu Path, bahkan dapat memberi informasi ketika penggunanya telah tiba
di suatu tempat tertentu secara otomatis. Sementara, pengguna lain dengan leluasa
dapat memberi komentar pada kolom yang disediakan oleh Path.
Sumber
: www.nyunyu.com dan koleksi pribadi
Selain Path, Instagram juga menyediakan fitur check
agar penggunanya dapat memberi informasi pada pengguna lainnya bahwa ia sedang
berada di tempat tertentu. Contohnya adalah akun eatandtreats yang hampir
seluruh postingannya adalah foto makanan. Dalam akunnya, makanan yang difoto
adalah makanan mahal yang sangat mewah di restoran berkelas. Terkadang, akun
eatandtreats juga mencantumkan lokasi restorannya.
3. Check ketika olahraga
Sumber : www.nyunyu.com
Hal lain yang menarik di media sosial khususnya Path, kita dapat
memberitahu pengguna lain bahwa kita telah selesai berolahraga di lokasi
tertentu. Selain lokasi, kita juga dapat memberi informasi jenis olahraga apa
yang kita lakukan dan durasi dalam melakukan olahraga tersebut.
Sebagai contoh, gambar di atas menunjukkan bahwa pengguna tersebut telah
berlari sejauh lima kilometer dalam 46 menit di sekitar jalan Asia Afrika dan
telah dilihat oleh 110 orang. Hal tersebut dapat diakses oleh Path karena
adanya running shoes yang digunakan
pengguna tersebut untuk berlari. Running
shoes yang digunakan bukanlah running
shoes biasa, tetapi adalah running
shoes yang telah dilengkapi oleh GPS, sehingga dapat dikoneksikan ke media
sosial. Setelah selesai berlari, trek jogging itu secara otomatis akan muncul
di Path.
4. Check lagu dan Film
Sumber : nyunyu.com dan koleksi pribadi
Path membuat penggunanya dapat
memberitahu pengguna lainnya tentang lagu yang sedang didengarkan dan film yang
sedang ditontonnya. Seperti yang terlihat pada gambar di atas bahwa pengguna
sedang mendengarkan lagu dan menonton film tertentu. Pengguna juga dapat
melihat jumlah pengguna lain yang melihat dan memberi komentar pada
postingannya.
Fenomena
Check dan Perubahan Masyarakat
Fenomena
check yang ada di hampir seluruh media sosial menunjukkan bahwa media memiliki
peran yang penting di masyarakat, terutama setelah munculnya smartphone. Dengan smartphone, kehidupan manusia menjadi semakin mudah dan praktis,
salah satunya manusia bisa memberi tahu informasi hal-hal terkait dirinya dengan
adanya media sosial yang memberikan fitur check.
Salah
satu media sosial yang banyak menggunakan fitur check adalah Path. Path semakin
dikenal dengan tema yang menjadi pembeda dengan media sosial lainnya yaitu
sebagai jurnal digital. Dengan mengusung tema jurnal digital, pengguna dapat
membagi aktivitasnya yang bersifat khusus atau privasi kepada publik.
Nampaknya, semua fitur di Path dirancang agar pengguna dapat menampilkan diri
termasuk gaya hidupnya ke hadapan publik, misalnya buku apa yang sedang dibaca,
film apa yang ditonton, bahkan merk sepatu yang digunakan. Selain itu, Path
juga cukup digemari dan berbeda dengan media sosial lainnya karena sifatnya
yang eksklusif yaitu hanya dapat berteman dengan 150 orang.
Dengan
adanya hal-hal privasi yang dengan mudah diakses orang lain menjadikan media
sosial sebagai sarana yang dapat menciptakan bias antara hal yang publik dan
privat atau dengan kata lain tidak ada batasan atara yang publik dan privat,
mana yang seharusnya dibagikan kepada orang lain dan yang tidak. Rutinitas
individu yang dahulu tampak biasa saja dan sangat privasi menjadi ‘istimewa’
dan ‘publik’. Contohnya, jam tidur dan bangun termasuk durasinya adalah hal
yang sangat pribadi, namun melalui media sosial, kita dapat mengetahui jam
tidur dan bangun seseorang beserta durasi dan lokasi tidurnya. Dahulu, mungkin
sebelum tidur kita berinteraksi dengan seseorang , dibacakan doa atau dongeng
oleh orang tua, namun setelah kehadiran media sosial, khususnya Path, aktivitas
bangun dan tidur dirancang sedemikian rupa agar kita selalu terikat dengan smartphone. Sehingga, ketika bangun dan
hendak tidur, benda yang selalu kita cari adalah handphone karena Path mengharuskan
penggunanya untuk menekan tombol sleep
dan awake ketika akan tidur dan bangun.
Bisa saja, pengguna Path tersebut memang sengaja menampilkan jam tidurnya hanya
untuk menunggu pengguna lain mengucapkan “selamat pagi” atau “selamat malam”
pada dirinya.
Begitupun
dengan hal lainnya, misalnya adalah check tempat. Para pengguna smartphone akhirnya selalu mencari
tempat-tempat yang terkesan ‘mewah’ untuk menunjukkan kemampuan dirinya pergi
ke tempat tersebut, biasanya di restoran mahal, tempat wisata, atau luar
negeri. Dengan mengunjungi tempat tersebut, ia dapat menggunakan fitur check place pada media sosial untuk
menunjukkan bahwa ia sedang berada di lokasi tersebut. Padahal, aktivitas makan
dan jalan-jalan adalah aktivitas pribadi yang dahulu tidak ‘dipamerkan’, tetapi
pada zaman digital ini, seluruh aspek kehidupan nampaknya telah terikat pada
media. Sehingga, ketika akan makan, pengguna media sosial akan mengambil
fotonya terlebih dahulu dan memajangnya di akun pribadi mereka.
Hal
ini juga didukung oleh merebaknya handphone canggih yang memiliki kamera
belakang dan depan, sehingga nampak seperti memberikan fasilitas kepada
pengguna untuk selalu eksis di media sosial. Selain itu, akses transportasi
yang mudah dan murah juga memungkinkan masyarakat pergi berwisata dengan
intensitas yang cukup sering. Tak lupa, setelah bepergian fotonya akan diunggah
ke media sosial dengan mencantumkan dengan siapa ia pergi.
Hal
yang menarik lainnya adalah bagaimana aktivitas olahraga, menonton,
mendengarkan, dan membaca buku juga menjadi ‘penting’ untuk diinfokan pada
pengguna lainnya. Aktivitas olahraga yang diunggah tentunya memunculkan suatu
prestise tersendiri, karena status tersebut akan muncul bersama merk sepatu apa
yang kita gunakan. Sehingga, semua pengguna akan tahu bahwa sepatu olahraga
kita dilengkapi dengan GPS sehingga dapat terkoneksi dengan media sosial.
Begitu juga dengan aktvitas mendengarkan music, membaca buku, dan menonton
film. Pengguna lain akan mengetahui siapa kita dari aktivitas yang kita lakukan
termasuk membaca buku, menonton film, dan mendengarkan music karena citra diri sebagai
seseorang yang uptodate bisa saja
nampak dari status-status yang diposting pada media sosial.
Citra
diri dapat ditunjukkan dengan status yang dibuat oleh pengguna. Biasanya
pengguna akan memasang status yang seakan dapat menaikkan status sosial mereka,
misalnya ketika dia tiba di daerah tertentu yang dipandang prestise, membeli
makanan mahal di restoran mewah dsb. Tentunya, aktivitas yang diposting adalah
aktivitas konsumsi produk kapitalisme yang akan menciptakan sebuah tatanan
masyarakat berdasarkan pembedaan komoditi yang dikonsumsinya, hal inilah yang
disebut Baudrillard sebagai consumer
society. Pengguna media sosial tersebut berusaha menunjukkan apa yang
mereka konsumsi untuk menjadi ciri bagi mereka. Menurut Kushendrawati
eksistensi masyarakat konsumen “dijalankan dan dipertahankan hanya dengan
semakin dan terus-menerusnya mengkonsumsi berbagai tanda dan status sosial di
balik komoditi” (2011:48). Dengan kata lain, eksistensi seorang manusia
ditentukan berdasarkan standar status sosialnya. Menurut Du Gay dalam
Kushendrawati, identitas diri menjadi alasan konsumen melakukan kegiatan
konsumsi yang sedang trend di masyarakat (mahal dan bermerk) agar dapat
menentukan identitas dirinya (2011:49). Baudrillard menyebut konsumsi ini
hanyalah sebatas konsumsi tanda-tanda semata.
Hal
ini yang terjadi pada pengguna media sosial dengan fitur checknya. Jika kita
lihat, praktik konsumsi seakan difasilitasi untuk dibagikan kepada khalayak
dengan fitur check. Praktek konsumsi yang dilakukan pengguna Path hanyalah
sebatas konsumsi tanda-tanda yang digunakan agar menaikkan status sosialnya.
Akhirnya, media sosial seperti Path dan
Instagram yang berbentuk seperti jurnal digital menjadikan para penggunanya
bebas mengunggah aktivitas sehari-hari yang ia lakukan. Namun, hal-hal yang di
tampilkan biasanya adalah aktivitas yang dapat menaikkan status sosial mereka,
misalnya check in di luar negeri, memakai sepatu mahal dalam aktivitas olahraga
dsb. Sehingga, dapat dikatakan bahwa sebagian pengguna adalah kelas menengah
yang membutuhkan simbol-simbol atau tanda-tanda untuk menaikkan status sosial
mereka.
Masyarakat dengan konsumsi tanda-tanda ini,
akhirnya menurut Debord hanya akan menjalin relasi sosial yang dimediasikan
oleh citra atau spectacle. Citra
menjadi penting untuk menunjukkan identitas sosialnya. Bahkan, Debord
menyatakan bawa identitas masyarakat ini mengalami degradasi yaitu dari being-having-appearing (1997:120).
Masyarakat tidak lagi menunjukkan identitas dirinya berdasarkan kebutuhan
semata atau being-having, namun yang
paling penting pada saat ini adalah appearing
yaitu citra-citra diri yang ditampilkan, contohnya pada media sosial. Akhirnya,
yang paling penting bukanlah being atau
having, tetapi appearing yang
memunculkan prestise. Sementara, media sosial berfungsi sebagai alat untuk
menampung citra-citra diri yang ingin ditunjukkan oleh pengguna tersebut.
Citra-citra diri tentunya menjadi penting untuk
menunjukkan identitas seseorang. Penunjukkan identitas diri melalui
penggambaran diri atau self performance di
internet dapat dilakukan melalui foto atau tulisan sebagai upaya individu untuk
mengonstruk dirinya sehingga lingkungan sosial mau menerima keberadaan dan
memiliki persepsi yang sama dengan individu tersebut (Nasrullah, 2013:172). Pada
Path atau Instagram pengguna dapat mengonstruk dirinya dengan menampilkan
foto-foto yang dapat menaikkan status sosialnya, agar pengguna lain memiliki
persepsi sesuai yang diharapkan oleh pengguna. Hal ini akan menyebabkan
identitas yang ditampilkan di media sosial dengan identitas dirinya bisa saja
berbeda. Goffman menyebutkan bahwa hal ini seperti panggung drama yang terdiri
dari front-stage (panggung depan) dan
back-stage (panggung belakang). Pada
panggung belakang, setiap pemain menyembunyikan identitas dirinya yang disebut
sebagai ‘personal identity’,
sementara yang ditampilkan di atas panggung adalah identitas sosial atau ‘social identity’ (dalam Nasrullah,
2013:172). Dapat dikatakan bahwa identitas yang ditunjukkan oleh para pengguna
media sosial seperti berada pada panggung drama yang selalu menampilkan
citra-citra terbaik untuk mengonstruk identitasnya dan berharap bahwa pengguna
lain akan terkesan dengan memberikan komentar dsb pada postingannya tersebut,
sementara identitas dirinya disembunyikan di belakang panggung.
Fenomena check yang berkembang di masyarakat
selain menunjukkan adanya masyarakat konsumer, tontonan, dan juga sebagai
panggung depan, media sosial pun juga berfungsi sebagai ruang untuk masyarakat
biasa menunjukkan aktivitas kesehariannya, yang biasanya aktivitas mereka tidak
pernah tersorot kamera. Dengan media sosial berbentuk jurnal digital, masyarakat biasa yang tidak memiliki jabatan atau bukan artis pun
dapat membuat ceritanya sendiri. Kini media sosial membuat orang-orang biasa (ordinary people) menjadi orang yang istimewa,
yaitu ketika orang biasa pun dapat tenar, muncul, terkenal di tengah-tengah
masyarakat, dan bebas mengekspresikan dirinya dalam sebuah identitas sosial.
Hal ini disebut Turner sebagai demotic
turn, yaitu ketika adanya partisipasi yang meningkat dari orang-orang biasa
di media (2010:6). Sehingga, media
menjadi sebuah sarana untuk orang-orang biasa berekspresi sesuai dengan
kreativitasnya, demikian juga halnya dengan Path dan Instagram dan akhirnya
hal-hal yang bersifat sederhana akan berubah menjadi luar biasa karena adanya
media.
Referensi
Debord, Guy. 1997. “The Commodity as Spectacle.” Dalam Society of the Spectacle, paras. 1-18
dan 42. Detroit: Black & Red Books
Kushendrawati, Selu Margaretha. 2011. “Hiperealitas dan
Ruang Publik”. Jakarta : Penaku
Nasrullah, Rulli. 2013. “Cyber Media”. Yogyakarta : Idea
Press
Turner, Graeme. 2010. “Ordinary People and the Media.
The Demotic Turn”. London : Sage
Web
www.nyunyu.com
Wow .jaman sekarang privasi lokasi pun bukan sesuatu yang tabu di ceritakan lagi ya...tapi memang berguna untuk membangun image.
BalasHapusIya betul mak, di jaman skrg citra diri menjadi penting hingga hal hal yg privasi sudah terlampaui 😁
HapusIya sih. Kalo ada apa-apa, misalnya hilang diculik, maka korban bisa lebih mudah dilacak. Tapi sisi buruknya, bisa mengundang kejahatan juga karena orang jadi tahu ke mana yang bersangkutan pergi.
BalasHapusiya betul mak, teknologi itu seperti pedang bersisi dua, ada positif dan negatifnya ya mak...
Hapus